Sensei from Another World -- 02
Arc 1 - Pengembangan Diri
Lesson 2 - Calon Murid Pertama dan Guild Petualang
Hari itu memang tak bisa kulupakan. Setelah beberapa tahun aku direinkarnasikan ke dunia fantasi, setelah 6 tahun lamanya sejak direinkarnasikan dan mempelajari kondisi dan dunia ini, aku akhirnya memulai perjalanan ke titik menanjak yang lumayan berat.
Memulai perjalananku, memulai pelatihanku di ranah yang berbeda.
***
Semilir angin pagi mulai berhembus ke kepala dan rambut bergaya kuncir kuda seorang gadis. Tubuhnya ramping, lincah dan anggun untuk gadis seumurannya. Gadis itu memegang kayu yang dibentuk seperti sebuah pedang--pedang kayu, dan berlatih bersama dengan Midan yang mulai menginjak usianya yang ke-9.
Tak perlu diragukan lagi, itu memang benar, ini Aida Rahma versi dunia ini. Meski beberapa bagian telah berubah--seperti ukuran dada yang lebih kecil dan suara yang terasa lebih imut, dia tetaplah Aida seperti apa yang Midan ingat. Dadanya lebih kecil, jika itu dibandingkan dengan dia yang berumur 16 tahun waktu di dunia sebelumnya, itu memang seperti itu. Lagian sekarang dia masih berumur 9 tahun, jadi apa yang harus diharapkan dari bocah berumur 9 tahun selain tubuh loli dan mukanya yang manis.
Ngomong-ngomong, dia di dunia ini juga bukan Aida namanya. Tentu saja, mana mungkin namanya sama, jika itu terjadi, itu adalah keadaan yang aneh. Di dunia fantasi seperti ini, nama-nama mereka tentu saja seperti cerita fantasi juga.
Michella Irina Weltzer, itulah namanya di dunia ini. Gadis loli manis berumur 9 tahun yang energik dan berambut hitam. Energik itu sudah biasa, tapi di sini, rambut hitamnyalah yang tak biasa.
Lahir dari pasangan bangsawan Weltzer berambut pirang, itu pantas dipertanyakan kenapa dia berambut hitam seperti itu. Orang berpikir itu hasil dari perselingkuhan, tapi itu hanya pandangan sepihak dari seseorang. Kedua orang tuanya terlahir dan mendapat pendidikan yang baik sebagai keturunan seorang bangsawan. Lebih dari itu juga, mereka berdua merupakan pasangan "Cinta sehidup semati", "Kisah asmara masa muda tanpa batas usia" bisa dilihat dan dipancarkan dari mereka. Mereka saling mencintai dan mempercayai satu sama lain. Saat mereka bertemu selalu saja aura pink, bunga dan gelembung imitasi selalu bermunculan di sekitar mereka. Midan tak jarang merasakan mual karena mengingat usia keduanya.
Selain hal itu, dia tetaplah Aida. Wajah, sikap, dan kepribadiannya, itu adalah Aida.
"Ha!!!"
Swuish…! Trak!!!
Untuk Midan, dia tidak terlalu memiliki keunggulan apapun dalam strata sosial dunia ini. Ibu Midan di dunia ini kebetulan seorang pelayan di rumah Aida--maaf, maksudnya Irina. Namanya Lilly Eichmann, wanita hebat yang baru berusia 30 tahun. Kecantikan dan sikapnya diakui beberapa pelayan dan banyak dilirik oleh para bangsawan. Semasa gadisnya ia banyak dipinang oleh banyak pihak--rakyat umum atau bangsawan. Jadi, bukan perkara aneh bila dia dan keluarga Irina memiliki kedekatan.
Ayahnya, Alystair D. Eichmann, seorang petualang tingkat AA, di kota tempatnya tinggal. Meski tak sampai ke peringkat di mana dia disebut sebagai pahlawan, dia tetap memiliki prestasi yang lumayan. Dengan kejadian penyelamatan yang berkesan terhadap ibunya di masa lalu, itu menjadi alasan sang gadis pujaan itu memilihnya sebagai pasangan untuk mengisi masa hidupnya yang tersisa.
"Hei, Rei. Kali ini, terimalah serangan yang kulatih secara diam-diam darimu ini!"
Setelah bertukar serangan jarak dekat dengan pedang kayunya, Irina melompat ke belakang dan langsung melesat kembali, mendekat. Pedangnya didekatkan dengan pinggangnya. Dia mengecoh lawannya dengan bergerak zig-zag.
Sebelum Irina menyerang, mohon maaf sebentar.
Kita mengenal dulu identitas seorang Midan yang berada di dunia ini. Seperti Aida yang jadi Irina, Midan juga tidak bernama Midan di sini, nama lengkapnya Rei D. Eichmann. Bocah lelaki berambut hitam dengan gaya rambut natural yang ditata ke sebelah kanan. Tak seperti bocah seumurannya, Rei, alias Midan, dia yang membawa ingatan dan kemampuan beladiri dari dunia sebelumnya telah melatih dirinya sejak dini.
Baiklah mari lanjutkan.
Rei memegang pedang kayunya erat di posisi bertahan. Irina, setelah bergerak zig-zag, langsung bergerak seperti menarik pedang dari sarungnya, lalu mengayunkan serangan diagonal dari kiri bawah ke kanan atas. Rei memutar mata pedang ke arah datangnya serangan, mundurkan kaki yang berada di depan ke belakang dan menguatkan cengkeraman ke pedang kayunya.
Sraakk!!
Tepat seperti yang direncanakan, pedang kayu Irina sedikit ditarik hingga pedang kayunya hanya bergesekkan ringan dan tebasan diagonal yang berlawan arah dengan yang sebelumnya--dari kanan atas ke kiri bawah, dengan arah serangan ke pinggang dan perut bagian samping--dilancarkan ke bagian tubuh di belakang mata pedang, di titik tak terlindungi itu setelah gesekan pedang kayu keduanya selesai.
Rei yang melihat itu sunggingkan bibir, ia tersenyum. Melihat serangan yang benar-benar menyelinap ke sisi lemahnya, ia cepat merotasikan kembali mata pedangnya dan hendak memposisikan pedang kayunya untuk menahan serangan itu sambil menyerang balik. Namun, sebelum ia memenuhi semua tindak yang ia pikirkan, pikiran itu ia kaburkan dan ubah ke rencana lain. Ia mundurkan kaki kirinya, mengarahkan mata pedang kayunya ke arah serangan, ke sebelah kirinya dan menahan serangan itu secara frontal.
Cetrakk!!!
Kedua pedang kayu beradu, membuat suara bentrokan yang kuat. Bukan Rei yang memiliki ingatan Midan namanya, jika ia bertindak ingin menonjolkan diri. Dengan segala perhitungan dan kekuatannya, ia bisa saja menahan serangan ataupun berbalik menyerang. Tapi, yang terjadi sekarang adalah ujung pedang kayu Irina mengenai leher Rei--ya… walau sedikit.
Gerakan antisipasi Rei seperti terlambat menahan serangan, tapi tentu saja, itu disengaja. Ia bahkan memfokuskan dirinya agar refleknya tak membuat tubuhnya bergerak sendiri dan memenangkan pertarungan. Yang ia lakukan saat itu adalah menangkis serangan Irina lebih lambat supaya serangan itu dapat mengenainya. Meskipun begitu, ia tangkis dengan tenaga seefisien mungkin agar ia tak terkena cidera, tapi ujung pedang kayu Irina dapat mengenainya.
Benar-benar rencana yang cerdik.
Irina yang memenangkan pertarungan mereka karena aturan "Cukup satu sentuhan di tubuh lawanmu, kau menang" yang mereka buat, berjingkrak kesenangan dan berteriak "Hore! Hore! Aku menang!" sementara Rei menjatuhkan dirinya ke tanah.
Rei menghela napasnya. Menurutnya, ini adalah situasi yang baik baginya. Jika ia memenangkan pertandingan ini, ia pasti menarik perhatian banyak orang, sebab Irina adalah anak yang paling tangkas dan tanggap dalam ilmu pedang di antara anak seusianya.
"Nah, Rei, kau yang kalah, ingat peraturannya, kan?"
Irina menggoda. Sesuai peraturan "Yang kalah menuruti semua permintaan yang menang" yang mereka buat, Rei yang kalah menjanjikan akan melakukan apapun untuk Irina.
"Iya, iya, aku tahu. Tapi, jangan tentang uang atau barang mahal, aku tak sanggup," Rei membalas sambil menggunakan pedang kayunya sebagai tongkat untuknya berdiri.
"Hmm… hmm~."
Rei tersenyum kecut. Firasatnya mengatakan hal merepotkan akan terjadi.
‘Sialan, kalau gini caranya, mending tadi aku menangin saja,’ rutuknya dalam hati.
***
Guild petualang, bangunan berlantai dua yang tak asing untuk masyarakat dunia ini. Sebuah serikat mirip lembaga swasta untuk para freelancer jika di dunia modern. Bangunan guild itu berdiri kokoh di dekat pusat kota, berperan langsung dalam keamanan, pertahanan, ekonomi, dan sosial sebuah kota bahkan negara tempatnya berada secara tidak langsung.
Tempat Rei dan Irina berada saat ini adalah Kerajaan Exoctia, tepatnya kota central kerajaan, kota Navelford. Negara tempatnya tinggal ini memiliki sistem pemerintahan abad pertengahan, seperti mayoritas cerita fantasi, Monarki, dengan garis keturunan bangsawan Exoctia sebagai penguasa.
Kerajaan yang terkenal dengan keasrian alamnya ini merupakan sebuah negara di sebuah benua di timur dunia ini, Noktus. Dengan iklimnya yang seperti di negara 4 musim di bumi, Rei yang di dunia sebelumnya dilahirkan di negara Tropis, Indonesia, tepatnya Bandung, akhirnya merasakan juga yang namanya salju.
Bangunan guild berlantai dua, Rei memasukinya dengan Irina di belakangnya. Jika kalian mengira bahwa ini permintaan Irina atas kemenangannya, maka itu benar. Tak ada yang aneh bila seorang anak sekasta Rei meminta itu, tapi untuk Irina yang bahkan pernah mengalami penculikan dan merupakan seorang anak gadis dari bangsawan terkenal, itu sungguh merepotkan. Awalnya Rei juga menolak, bahkan dia juga memberi Irina peringatan bahwa menjadi petualang itu sangat penuh dengan bahaya, tapi Irina tak mengindahkan.
Kenapa Rei tahu?
Jawabannya adalah karena ia telah mendaftar lebih dahulu sekitar 5 bulan lalu. Lagipula, harus diingat juga bahwa ayahnya Rei adalah seorang petualang tingkat A yang mengalami banyak pengalaman.
"Hei, hei, Rei. Kapan aku mendaftar? Kapan aku mendapatkan misi?"
"Kau terlalu banyak bertanya, Irina. Sudah, diam dan ikuti aku saja."
Di sampingnya, Irina bertanya berulang kali semenjak keduanya memasuki bangunan guild itu. Mengingat sekarang adalah musim semi di mana bunga-bunga dan pepohonan tumbuh, suasana terasa hangat dan nyaman untuk tidur. Jika saja Irina tak memaksa, hari ini Rei lebih memilih untuk menikmati musim semi ini dengan tiduran di rumput di bawah pohon. Sayangnya, itu tak bisa ia lakukan hari ini bahkan mungkin hari-hari berikutnya.
Guild hari ini ramai orang. Beberapa bangku yang disediakan di lantai satu tadi hampir semuanya diisi oleh para petualang yang mencari Quest. Beberapa ada yang tengah berdiskusi, ada yang merawat senjata mereka, ada juga yang sepertinya tengah mencari anggota untuk party. Maklum, lantai satu adalah lantai yang umum digunakan.
Rei dan Irina mendekati meja resepsionis yang telah didahului beberapa orang, jadi mereka harus mengantri terlebih dahulu. Orang-orang yang mengenal Rei, pada menyapanya.
"Hei, Rei. Mencari misikah?"
"A-ah tidak paman, hanya mengantar," sahut Rei.
"Lalu?"
Di depannya, seorang pria berusia sekitar awal 40-an berkumis dan berjenggot lebat membuat wajah heran, alisnya ditautkan. Irina yang sejak awal pembicaraan bersembunyi di belakang tubuh Rei, mulai mengintip, namun kembali bersembunyi saat dilihat oleh pria itu.
Irina masih trauma dengan kejadian 4 tahun lalu rupanya.
Empat tahun berlalu, sejak Rei menyelamatkan Irina dari penculik. Atas tindakan penyelamatan tersebut, Rei sejak saat itu dipercaya sebagai pengawal pribadi Irina. Meski kasta mereka terentang jauh, tapi karena penyelamatannya yang heroik itu, itu tak terlalu diketatkan. Mereka menjadi akrab bahkan melebihi antara Irina dengan kakak lelakinya. Tapi karena hal itu juga, Irina memiliki semacam phobia pada pria berjanggut lebat seperti itu.
"Jangan bilang kalau kau mendaftarkan anak itu?"
"Sayangnya, hal itu benar, Paman Greg."
Greg, orang yang tadi bercakap dengan Rei mendesah, lalu menghela napasnya.
"Apa kau yakin?"
"Aku? Tidak, anak ini yang terus memaksaku."
"Hei, Rei. Jangan berbicara seolah aku yang memaksamu. Ini hanya menepati janji karena kau telah kalah taruhan!" Irina menyahuti dengan suara yang ditekankan.
"Eh, apa itu benar, Rei?"
"Aku tak mau mengakuinya, tapi ya… begitulah adanya."
"Hou… tampaknya kau menjanjikan, gadis kecil?"
Irina yang sempat keluar dari punggung Rei untuk menyahuti, langsung sembunyi lagi saat Greg meliriknya.
"Paman, jangan menakutinya."
"A-aku, tidak. Hei, tunggu dulu… bukankah dia…."
"Ya, ya, ya, Paman. Simpan itu untuk nanti, aku mendaftar dulu, dah."
Greg tersenyum kecut, ucapannya tak ditanggapi dengan benar; Rei dan Irina segera meninggalkannya untuk mendaftar karena loket pendaftaran telah menunggu giliran mereka.
Tak aneh bila mereka menyanjung Rei seperti itu. Rumor kepahlawanan yang dilakukannya waktu kecil menyebar cukup luas; setidaknya, di kotanya ini rumor itu masih hangat terdengar. Mendengar seorang Rei telah dikalahkan dalam pertarungan, siapapun di kota ini pasti setidaknya meminta mengulang pernyataan tersebut. Orang-orang juga mengetahui tentang Irina, dia cukup populer karena perangai dan penampilannya yang sejajar bahkan mungkin melebihi tuan putri negeri ini.
Satu orang masih di depan mereka. Di lihat dari perbincangan antara orang itu dengan resepsionis, itu mungkin sebentar lagi sebelum mereka mendapat giliran. Sambil menunggu, Rei memastikan statusnya terlebih dahulu.
‘Mari kita lihat, apakah aku terlalu mencolok di sekitar sini?’
"[Status]" bisik Rei dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya.
Sebuah antarmuka berwarna biru transparan muncul di depan mata yang hanya bisa dilihat olehnya saja.
---
Nama : Midan Mahendra (Rei D. Eichmann.)
Ras : Manusia
Kelas : Unknown
Usia : Unknown
Level : 50
HP : (95/95)x500
MP : (70/70)x500
P. Str : (65)x500
M. Str : (50)x500
Def : (70)x500
Agi : (65)x500
Vit : (60)x500
Int : (75)x500
Men: (55)x500
Luck : (30)x500
Attribute(s) : All Elements
Skill :
[All abilities 500 times]
•5% Abillities Burst out.
•1% All Abillities Power of 5.
[Body of Game Character]
[Self Manipulation]
•Skill and Stats Manipulation.
°Skill and Stats Degradation.
•Magic Manipulations.
°Magic Creations.
[Imajinated/Instant Spelling]
[All Elements Aptitude]
[Analyze]
•Concept.
(Hiding Skill)
(Bug Level View)
…
---
Lalu ia melihat kartu guildnya,
---
Nama : Rei D. Eichmann
Ras : Manusia
Kelas : Penduduk
Usia : 9 tahun
Level : 5
HP : (25/25)x5
MP : (15/15)x5
P. Str : (30)x5
M. Str : (20)x5
Def : (35)x5
Agi : (25)x5
Vit : (30)x5
Men: (25)x5
Luck : (10)x5
Attribute(s) : Angin
Skill :
[All Abillities 5 times]
[Analyze]
•Concept.
[Blade Deflection]
[Hide Presence]
[Thrust]
[Knife Toss]
---
Rei mendesah, ia hampir selalu terkejut dengan tampilan semua statusnya. Melihat Rei yang termenung, Irina mengguncang tubuh Rei dan memanggilnya.
"Hei, Rei. Cepat, kita nanti keduluan."
"A-ah, iya. Maaf."
Rei yang tersentak cepat perbaiki postur tubuhnya agar tak terlihat mencurigakan. Ia segera mengajak Irina mendekati meja resepsionis. Di seberang meja itu, seorang wanita yang mungkin seumuran dengan ibunya segera menyapa.
"Selamat datang di Guild Petualang. Oh, ternyata Rei. Jadi apa kau mencari quest baru?"
"Aku mohon maaf, Nyonya Elly, kali ini bukan untuk itu."
"Eh, lalu?" sekali lagi, wajah heran ditampilkan.
"Gadis ini mau mendaftar," Rei berujar sambil mengangkat Irina untuk menunjukkannya.
"H-hei, Re-rei!!"
"Eh, tu-tunggu dulu, bukankah dia putri bungsu bangsawan Weltzer itu, kenapa? Kau sudah meminta izin 'kan, pada Tuan Weltzer? Yang lebih penting lagi, apa umurnya sudah mencapai yang ditetapkan?"
Sebelum menjawab, Rei menurunkan dulu Irina yang mulai memasang muka kesal.
"Dia memiliki usia yang sama denganku. Untuk izin, sayangnya belum, tapi aku mohon, hanya mendaftar saja, itu mungkin tak akan jadi masalah," Rei berbicara dengan sedikit memelas.
Di dunia ini, guild mempunyai syarat tersendiri yang mesti dipenuhi untuk pendafataran. Sebagai contoh, salah satu syaratnya adalah pendaftar harus minimal berumur 7 tahun.
"I-iya, a-aku mohon," Irina ikut menyahuti. Meski sempat kelihatan marah, tapi ia rupanya sudah tak sabar lagi. Keinginannya lebih besar dibanding kemarahannya.
"Baiklah, kalau memang maumu seperti itu, aku tak punya pilihan lain. Tolong tunggu sebentar, ya,"--Elly, wanita resepsionis itu berbalik, mengambil secarik kertas formulir, lalu berbalik ke arah mereka lagi--"identitasmu dulu, ya. Mau aku tuliskan atau kau isi sendiri?"
"Bi-biar aku saja!" Irina menjawab dengan semangat.
Elly menyodorkan kertas itu pada Irina. Irina dengan segera mengambilnya, lalu mengisinya dengan cermat. Dalam kertas itu, beberapa hal harus diisi, seperti nama, asal negara dan usia. Beberapa saat kemudian, tangan mungil Irina terlihat muncul dari ujung meja dengan kertas isian itu dalam genggamannya. Tak seperti Rei yang sudah bisa dilihat kepalanya dari balik meja, Irina yang masih kecil itu tak terlihat bahkan ujung rambutnya sedikit pun. Entah meja itu terlalu tinggi atau Irina yang terlalu pendek? Tadi pun, Irina perlu diangkat oleh Rei agar bisa terlihat oleh Elly.
Elly menerimanya segera, lalu memprosesnya langsung. Tak lama kemudian, sebuah pelat logam disodorkan pada Irina.
"Ini kartu guildmu. Silahkan, berikan setetes darahmu di atas pelat itu untuk mengkonfirmasi pendaftaranmu dan meregistrasi identitasmu," ujar Elly sambil menyodorkan sebuah belati dengan ujungnya yang tajam.
Irina yang memiliki niat yang tak tergoyahkan segera menerima kedua benda itu tanpa takut sedikit pun. Sambil menutup matanya, ia menahan rasa sakit saat ujung pisau ditekankan di jempol kirinya. Setelah mulai mengeluarkan darah, ia tempelkan jempolnya ke pelat logam tadi. Beberapa saat kemudian, pelat itu bersinar dan beberapa tulisan terlihat.
---
Nama : Michella Irina Weltzer
Ras : Manusia
Kelas : -
Usia : 9 tahun
Level : 1
HP : (50/50)
MP : (40/40)
P. Str : 55
M. Str : 55
Def : 50
Agi : 45
Vit : 40
Men: 40
Luck : 35
Attribute(s) : Api, Tanah, Air.
Skill :
[Dash]
[Slash]
[Double Slash]
[Fire Ball]
[Stone Wall]
---
Beda dengan strata yang sama atau lebih rendah dari Midan, kasta selevel Irina memiliki kelas yang dikosongkan di kartu guildnya. Biasanya, kelas tersebut muncul setelah beberapa bulan bahkan tahun, tergantung kapasitas sihir orang tersebut atau peralatan yang sering digunakan. Contohnya, seperti orang yang sering menggunakan panah, setelah beberapa bulan atau tahun, kelasnya akan terisi dengan "Archer".
Faktor selanjutnya yang mempengaruhinya adalah umur. Umumnya, bahkan untuk kasta menengah ke bawah juga, untuk umur awal antara 0 sampai dengan 10 tahun, jika dicek, kelas mereka akan terlihat kosong. Di antara semua, hanya beberapa anak saja yang memiliki kelas yang tidak kosong, dan itu juga terjadi jika kelas mereka adalah tipe superior atau super langka.
Secara garis besar dan pengertian kasar bisa dikatakan bahwa, "Yang paling lemah atau yang paling kuatlah yang kelasnya sudah terisi saat masih kecil".
"He-hei, Rei. Kenapa kelasku kosong?"
"Tenanglah, itu bukan hal yang aneh," jawab Rei dengan suara yang acuh.
Rei alihkan pandangannya pada Elly. Ia dengan tenang bertanya.
"Anu, apakah sudah beres, Nyonya Elly?"
Elly yang termangu oleh sikap dan penampilan Irina yang mempesona lantas terkejut. Ia membenarkan sikapnya kembali saat ia sadar bahwa ia masih berada di dalam pekerjaannya. Ia berdeham, menyembunyikan sikapnya yang tak pantas diperlihatkan itu.
"Ma-maaf, Rei. Jadi itu… aku rasa beres. Aduh, aku hampir lupa. Rei."
"Ya."
"Biaya pendaftarannya, 1 koin perak."
Sementara Rei merundingkan biaya, Irina dengan mata berkilauannya menatap kartu guild pertamanya lama. Rei menggoncang tubuh Irina untuk memberitahukan perihal biaya.
"Oh, maaf, Rei. Jadi, 1 koin perak, ya,"--Irina merogohi saku-saku celana, lalu tas pinggangnya, tapi barang yang ia maksudkan tak ada--"duh, mana, ya."
Rei menghela napasnya berat. Ia memutar bola matanya malas, lalu merogoh saku celananya. Ia mengambil 1 koin perak dari sana, lalu menyerahkannya ke Elly.
"Nyonya Elly, maaf membuatmu menunggu, ini uangnya."
"Ah, tidak, tidak apa-apa. Terima kasih telah mendaftar."
Irina masih mencari uang yang tak ada ditempat yang ia maksud. Rei segera menarik tangan Irina keluar dari depan meja resepsionis karena takut menghambat antrean. Irina terpaksa ikut. Walau terkesan seperti terseret, kondisinya tak separah yang terlihat.
Irina tiba-tiba menghentikan langkahnya, Rei tertahan dan mulai berbalik ke arahnya.
"Sudahlah, Irina, kita pulang dulu sekarang."
"Ta-tapi, uangnya…."
"Sudahlah, aku menggunakan uangku dulu tadi."
"Tapi kan…."
Rei mulai terlihat jengkel. Irina yang mulai berlinang air matalah penyebabnya. Rei mendesah, lalu menepuk dan mengusapi kepala Irina.
"Sudahlah, cepat. Aku akan jelaskan semuanya di luar."
"Benarkah?" manik mata berwarna coklat milik Irina berkilauan dengan sisa tangisnya menjalari pipi.
"Iya, cepatlah."
"Um!" Irina menundukan kepalanya saat tangan Rei ditarik kembali dari kepalanya.
Tak ingin kehilangan barang berharganya lagi, kartu guildnya ia masukan ke tas kecil yang melingkar di pinggangnya. Segera Irina melangkah kembali, mengejar Rei yang sudah berada di tangga ke lantai satu.
"Hei, Rei, tunggu!" sekarang, Elly yang giliran memanggil.
"Ada apa, Nyonya Elly?"
"Maaf, aku telah lalai. Ini quest pemula untuk Irina," sambil menyodorkan selebaran kertas berwarna kuning pucat. "Maaf, tenggatnya lusa, jadi aku harus segera memberikannya pada Irina. Tapi, untuk kalian jangan terburu-buru santai saja, ya."
Rei menerima kertas itu dan membacanya. Irina melihat ke arah Rei dengan saksama. Sorot penasaran dan antusias dipancarkan dari matanya yang berbinar.
"Ini," kata Rei sambil menyerahkan selebaran itu.
Sementara Irina membacanya dengan fokus, Elly pamit dan kembali ke tempatnya, meja resepsionis.
"Anu~ ini…, tan-tana… tanaman Hydragea."
"Tepatnya, kita disuruh mencari 5 bunga Hydragea untuk tes pendaftaranmu."
"Eh?"
"Bukan eh, tapi Hydragea. Tenggatnya lusa, besok aku akan menemanimu, jadi bersiaplah."
"Be-benarkah?!" matanya kembali berbinar, sorot matanya memancarkan aura kuning cerah.
"Iya, jangan buat aku mengatakannya lagi," masih dengan wajah tanpa ekspresi, Rei berujar.
"Asik!!!" Irina mengungkapkan kesenangannya itu dengan suara yang kencang. Ia lalu meloncat dan langsung memeluk tubuh Rei dari belakang.
Orang-orang, tepatnya para petualang yang berada di dalam ruangan itu memalingkan muka ke arah Rei dengan "Adeuh…" di muka mereka.
"Hei, suaramu terlalu kencang dan juga, jangan lakukan itu di depan orang-orang!"
"Eee…!!" Irina mengeluh, ia dengan terpaksa melepaskan tangannya yang melingkar di tubuh Rei.
"Sudahlah, ayo cepat."
***
Sekitar beberapa menit berlalu sejak mereka berjalan meninggalkan bangunan guild petualang, mereka tiba di sebuah jembatan penghubung antara kota dengan padang rumput tempat mereka berlatih. Irina masih seperti biasa, berbicara dengan ceria, membicarakan banyak hal yang dia lihat dan sukai layaknya anak seumurannya.
Padang rumput tepat di depan mata mereka. Matahari sekarang tepat berada di puncak tertingginya, tapi angin yang berhembus mengurangi rasa panasnya yang menyengat. Pepohonan yang berada di beberapa tempat, nampak sangat cocok untuk berteduh dan bersantai. Tak jauh dari sana, jalan yang biasa dilalui oleh kereta kuda dan para penduduk dapat ditemukan.
"Irina, apa ayahmu tak akan mencarimu?" mencoba membalas ocehan Irina yang tak berhenti, Rei bertanya.
"Eh, Rei, kenapa kau berkata begitu?"
"Kau kutanya malah balik tanya!" Rei menjawab dengan kesal sambil meluncurkan sebuah chop pelan ke kepala Irina. Irina langsung mengusapi kepala.
"Aduh… Rei, kau jahat, dikit-dikit kasih yang kayak gini," Irina mengeluh, matanya terpejam sementara tangannya tak henti mengelus kepala yang terkena chop.
"Karena kau menyebalkan," Rei menjawab lagi tanpa intonasi dan logat apapun--datar.
"Ah…."
Sebuah suara terdengar bersamaan dengan suara Irina yang mengeluh.
"AAAH!!!"
"Hei, Irina apakah kau mendengar suara 'Ah' barusan?"
"Eh, bukannya itu aku?"
"Bukan kau, tapi suara ini beda," Rei melirik ke kiri dan ke kanan, matanya tak henti mencari asal suara, "Seperti suara gadis yang diserang, bahkan suaranya dicampuri denting-denting pedang beradu."
"Kau ngomong apa sih, Rei? Aku gak dengar apapun?" Irina menempelkan tangannya ke telinga agar pendengarannya dapat menangkap suara yang Rei maksudkan, "Gak ada, Rei."
Tanpa mempedulikan Irina yang memprotes, Rei berlari ke arah jalan di dekat padang rumput itu. Irina dengan terpaksa mengikuti.
"Hei Rei, tunggu!"
Rei tak menyahut. Tanpa menjeda langkah, dia berlari kencang hingga hampir meninggalkan Irina.
Beberapa saat kemudian, suatu pemandangan tak mengenakan terlihat. Irina yang baru saja sampai ke tempat Rei berada, lantas berteriak saat melihat seorang gadis dalam sebuah kereta kuda mewah diserang oleh gerombolan Demonic Beast tipe menengah, sementara para orang yang mungkin para pengawal sudah jatuh di tanah dan mengerang, tak bisa bergerak.
"Eh, itu… putri!?"
Lanjut Chapter 3
Chapter Sebelumnyanote:
cover belakangan
maaf, telat bener tapiu. selamat dinikmati aja.
usahakan dicepetin dah.
jangan lupa kunjungin lagi!!!
Komentar
Thaitanium RNG. This is a simple and titanium ring powerful tool titanium trim hair cutter to play titanium phone case Thaitanium games for free and try titanium nipple bars it out! This is a free titanium hair trimmer as seen on tv game with an RNG of 20 paylines.