Private Chapter In EMOnsTerION

12.1 – Oki dan Erina





“Oki, tunggu! Hei, tunggu!” Erina berteriak sementara Oki yang dipanggilnya semakin jauh jaraknya. “Oki!”

Di antara barisan pepohonan yang cukup rimbun dan sepi akan kehadiran manusia, kedua gadis yang nampak tak sesuai dandanannya dengan lingkunagn sekitar tengah berjalan dengan langkah yang cepat. Namun, Oki, si gadis yang dikejar, tampak dipenuhi amarah dan agaknya lebih cepat juga lebih terampil dalam melalui akar yang menjalar. Oki semakin cepat langkahnya, Erina semakin tertinggal di belakang.

“Aduh!!”

Oki terhenti sesaat dan melirik ke belakang, ke arah Erina yang menyuarakan jerit kesakitan. Saat dilihat olehnya, Erina tengah terduduk di atas tanah sambil mengusapi bagian tubuh yang dirasakannya sakit dan nampak memar karena tersandung akar. Lepas melihat itu, Oki kembali mengalihkan pandang, lalu berjalan cukup jauh dari posisi sebelumnya. Tak lama setelah jaraknya agak jauh dari Erina, dia pun lekas bersembunyi di balik pohon yang diameter batangnya cukup menutupi seluruh tubuh karena lebarnya.

Erina yang meringis sebelumnya pada akhirnya berusaha sebisa mungkin melupakan rasa sakit dan melanjutkan niatnya untuk mengejar Oki. Ia pun berdiri dan melangkahkan kaki dirasakannya nyeri dan nampak memar.

Kebingungan segera menerpa Erina saat Oki yang tadi berada di depannya, telah hilang dari pandang. Erina berjalan lurus tanpa tahu harus kemana. Ia hanya bisa berharap, Oki yang sebelumnya dikejar Oki tak jauh perginya dan dapat ia ketahui ke mana perginya. Setidaknya, dia mengharapkan satu atau dua petunjuk agar pengejaran dapat ia lanjutkan.

“Hah …,” tanpa sadar Erina mendesah berat.

Oki yang bersembunyi tetap diam. Ia menunggu Erina melewati pohon tempat ia bersembunyi.

“Oki, kau kemana? Jika kau berada tak jauh dariku, aku mohon, jangan bersikap seperti itu?” Erina berujar lirih. Ia merasa gelisah saat Oki yang dicarinya belum jua ditemuinya. “Oki, hei, Oki.”

Beberapa saat berlalu dan Erina pun melangkah melewati pohon di mana Oki bersembunyi. Oki tetap pada diamnya, ia tak memiliki niat untuk ditemukan oleh Erina atau mengejutkan gadis yang mencarinya itu.

Selang beberapa langkah, Erina terhenti diam. Kakinya sakitnya yang dipaksa melangkah, balik memaksa untuk berhenti. Selain karena itu, Erina pun merasakan sebuah firasat bahwa Oki yang dicarinya tak jauh dari tempatnya sekarang. Dia segera menepi dan duduk di tanah sambil bersandar ke sebuah pohon, meredakan rasa sakit di kaki dan mencari keberadaan Oki hanya dengan mengandalkan mengerdarkan penglihatannya.

Oki yang menyadari itu, segera bergerak. Ia memutari pohon tempatnya berada dan berjalan ke tempat di mana Erina berada dengan langkah yang senyap, mengendap. Beberapa langkah di tempuhnya dan setelah beberapa saat, ia pun sampai di belakang pohon yang sama dengan Erina. Ia selama beberapa detik terdiam dan menghela napas, mengembalikan ketenangannya yang terganggu rasa gugup. Ia mengumpulkan niat seiring tarikan napas dilakukan olehnya.

Setelah agak lama terdiam, Oki membuat pergerakan. Ia memutari pohon dengan cepat dan menerjang Erina dengan segera. Erina yang  tak sempat merespon hanya bisa terperangah, menyerah pada dorongan dari terjangan yang dilakukan oleh Oki. Erina secara instan dijatuhkan ke tanah. Ia merasakan sakit, namun ia tak bisa lakukan apapun karena Oki yang berada di atasnya mengunci semua pergerakannya. Ia hanya bisa bersyukur, tempat pendaratannya hanya terdiri atas tanah beralaskan rumput dan daun kering, bukan akar yang menjalar atau ranting keras yang dapat melukai tubuh.

“O-Oki?” Erina menyeru cemas, Oki yang berada di hadapannya tak seperti biasanya. Wajahnya yang tertutupi geraian rambut berekspresi aneh dan mengeluarkan aura tak mengenakkan.

“Aku berpura-pura menjadi sosok menjijikan untuk mengungkapkan sikap buruknya, tapi sialnya itu tak berhasil.”

“O-Oki?” Erina memanggil kembali, namun Oki yang meracau sendiri seolah tak mendengarnya; tak menyahutnya sedikitpun.

“Kenapa?!” berucap dengan menyentakkan kepalanya, Oki membuat wajah yang sebelumnya terhalang geraian rambut kini terlihat. “Bukankah kita sahabat, Erina?!”

“Y-ya!” Erina menjawab dengan cepat, terpancing dengan pertanyaan Oki yang setengah berteriak.

“Lalu kenapa, hah, kenapa?!”

Erina segera terdiam, ia masih belum tahu akar masalahnya saat ini. Ia masih belum tahu, kenapa gadis di depannya yang merupakan sahabatnya itu berucap dengan murka. Apa karena ia membela Zayn? Atau karena hal lain? Entah, Erina tak tahu kemungkinan mana yang mendekati masalah saat ini.

“Kau dan Z-za—  … si sialan itu—! Apa yang istimewa dengan bedebah itu?! Kalian itu hanya menjalani persaudaraan yang penuh dengan sandiwara! Jadi kenapa, kenapa kaubegitu membelanya! Membela, makhluk yang jelas buruknya itu?!”

Setelah racauan Oki itu, akhirnya Erina mengerti apa yang jadi pokok permasalahan saat ini.

Masalah bersangkutan dengan rasa kecemburuan pada diri Oki. Erina sebenarnya baru menyadari kembali hubungannya dengan Oki beberapa saat lalu. Ia menyadari Oki yang merupakan seorang sahabat yang sangat dekat dengannya di masa lalu.

“M-maaf…,” lirih, suara Erina keluar dari bibir tipis merah mudanya sedikit bergetar.

“Maaf? terlambat.”

“T-tapi, O-Oki?”

Balasan yang diterima Erina dari Oki membuat hentakan besar ke diri Erina. Meski Oki tak bertindak agresif, namun ia senantias mengeluarkan suasana yang tak mengenakan untuk dirasakan.

“Padahal kau sahabatku, tetapi kenapa—!? Kenapa kau malah membela orang yang baru datang sekilas dalam hidupmu itu? Kenapa bukan aku? Hei, kenapa kau tak memilihku? Bukankah aku adalah orang yang lebih lama bersama denganmu daripada bajingan itu?!”

Masalah semakin jelas untuk dipahami. Erina hanya diam menilai kondisi dan menunggu Oki untuk tenang selagi ia meluapkan kegelapan dalam hatinya. Ia memberi waktu untuk Oki dapat menyemburkan semua unek-uneknya, ia hanya bisa menerima semua itu saat ini.

Berbicara mengenai ucapan Oki sebelumnya, itu bukanlah ucapan tak karuan yang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Antara hubungan persahabatan Zayn—Erina dan Oki—Erina benarlah bila disebutkan hubungan persahabatan Oki dan Erinalah yang terlama. Jika Zayn dan Erina menghabiskan waktu 1,5 tahun dalam menjalani hubungan yang akrab dan berkesan, sebelum akhirnya terpisah karena Erina yang pergi ke Australia bersama ayahnya Tommy, maka pada saat tak bertemunya ia dengan Zayn itulah seorang Oki hadir mengisi waktu dengan Erina. Oki hadir dan berbagi kenangan yangmenyenangkan.

Namun, kepergian Erina saat itu bukanlah tanpa alasan. Tommy, ayahnya, membawa Erina pergi atas usulan dari mendiang Zayn Abdul, ayah kandung dari Zayn Ahmad. Meski tak separah kondisi saat ini, pada saat itu juga tak bisa dibilang baik-baik saja. Wabah yang menjadi cikal bakal adanya DVM, melanda hampir seluruh daerah panas dan tropis saat itu. Oleh karena itu, tak anehlah, bila tempat pengungsian­—seperti Distrik 11 dan Distrik-distrik yang lain—di benua Australia saat ini sudah bukan lagi belia umurnya.

“Padahal aku selalu mengikuti ke mana pun kau pergi, meniru apa yang kaulakukan, namun mengapa dia yang kauhargai? Kenapa sedikitpun aku tak pernah kauhargai? Bahkan, jika aku tak melakukan ini kau mungkin akan lupa padaku, ‘kan? Bukankah begitu?”

"Tidak, Oki, aku tidak—!"

Pertemuan pertama Oki dan Erina sangat berkesan. Bisa dibilang Erina kecil saat itu sangat terlihat heroik untuk Oki yang tengah diganggu oleh banyak anak-anak nakal seumurannya. Saat itu adalah sehari sebelum memasuki hari sekolah pada tahun ajaran baru. Saat keduanya dipertemukan di kelas dan sekolah yang sama, mereka pun segera akrab dan menjalin persahabatan.

Oki yang sebelumnya telah diselamatkan oleh Erina perlahan menumbuhkan rasa kekaguman dan mulai mengikuti ke mana pun Erina pergi. Mereka senantiasa berjalan bersama, ke mana pun, selama di sekolah. Tak jarang juga, Oki mengunjungi Erina di rumahnya untuk belajar bersama. Hari-hari kenangan mereka berdua terisi dengan kebahagiaan, bersama sebagai seorang sahabat yang lebih seperti seorang saudara perempuan.

Dengan berlalunya waktu, kekaguman Oki pada Erina semakin meningkat. Sebagai orang yang dianggap penyelamat dan idealnya, Erina telah dijadikan sebagai tauladan yang mesti senantiasa ia tiru. Ia melakukan apapun yang biasa dilakukan oleh Erina. Ia melakukannya dengan senang hati.

Namun sayang, kekaguman itu perlahan meracuninya. Pada masa pubertasnya di tingkat 6 sekolah dasar, rasa kagum yang berlebih itu berbuah rasa cinta yang bisa dibilang terlarang. Agak menyimpang rasanya, namun Oki tahu dan menyadarinya. Ia pun memilih memendamnya agar tak merusak hubungannya dengan Erina yang telah menjadi “bintang terang” baginya.

Namun sayang, cinta sebelah tangan itu pada akhirnya dipaksa untuk kandas oleh roda takdir.

Pra kelulusan sekolah dasar, Oki diberi tahu oleh ayahnya untuk pindah ke distrik yang lain karena pekerjaan. Itu artinya, sekolah lanjutannya tak akan bisa satu institusi dengan Erina. Masa sekolah menengahnya, terpaksa harus dijalaninya dengan rasa rindu dan kesepian karena tanpa Erina di sisinya.

Pasca kelulusan, ia pun mengucapkan perpisahannya pada Erina. Sebagai orang yang telah dianggap seperti seorang saudara perempuan, Erina memberikan tanda perpisahan berupa kalung yang satu jenis dengan Erina pada Oki, yang kala itu hampir menangis karena mungkin akan terpisah lama.

Sebagai orang yang telah dikelabui oleh rasa cinta, tanda perpisahan itu pada akhirnya menyulut asa Oki yang hampir padam. Ia menyulut kembali rasa pasrahnya dengan keinginan untuk tak terpisahkan. Ia pun mulai menyiapkan rencana pertemuannya kembali dan semua itu dimulai dengan tindakan memata-matai Erina, yang telah jadi pujaan hati baginya. Ia kerap melakukan kontak secara online, berbincang dan saling memberi kabar keseharian, dengan tujuan untuk dapat tetap menjaga hubungannya agar tak kandas begitu saja digilas jarak.

Tindakan mengintai Oki telah berkembang karena obsesi. Ia tahu segala aktifitas Erina dengan detail, ia tahu keseharian Erina, ia tahu kejadian yang terjadi di lingkungan Erina. Ia tahu apapun yang terjadi, bahkan kejadian Zayn pun tak terkecuali.

Pasca kedatangan Zayn ke sekolah di mana Erina berada, percakapan Oki dengan Erina makin berkurang. Meski ia tahu penyebabnya, ia tak bisa langsung bertindak. Ia tak bisa memulai aksi gegabah pada Zayn yang telah diidolakan oleh Erina sampai-sampai 6 tahun masa sekolah dasarnya ia tahu kisahnya karena senantiasa diceritakan oleh Erina. Ia perlu mempersiapkan rencana matang untuk mengusir keberadaan Zayn dari Erina. Pengaruh dari luar tak akan efektif, maka dari itu Oki memilih menggunakan pengaruh dari dalam.

Dari sinilah, rencana “Honey Trap untuk Zayn” pun dimulai.

Oki mengetahui kondisi Zayn yang tengah amnesia dan karena itulah rencananya ini dapat dijalankannya dengan baik. Penampilannya ia ubah agar tak segera diketahui oleh Erina. Ia masuk pada akademi yang sama sebagai langkah pertamanya. Ia kemudian melakukan serangan pertama dengan mengaku sebagai “Teman masa kecil yang berjanji menikah” pada Zayn dengan tujuan membuat Zayn jatuh ke pelukannya dan menjadikannya budak yang setia. Tindakan ini ia kira akan berhasil dan menciptakan keretakkan pada hubungan Zayn dan Erina, namun nyatanya hasilnya sungguh berkebalikan dengan yang diharapkan.

“Harusnya aku tahu sejak dahulu, bahwa kau tak akan membalas perasaanku yang tak wajar ini. Bahkan jika orang-orang tahu, aku mungkin akan menjadi bahan hinaan dan ejekan.”

Oki meracau sendiri. Erina hanya bisa menatap iba sambil menunggu dengan sabar sampai Oki mengembalikan ketenangannya.

“Tapi, aku tak tahu apa yang harus kulakukan! Aku bahkan tak tahu dengan diriku sendiri! Aku tak tahu kenapa aku bisa begini!”

“Oki …,” Erina berujar lirih dengan penuh simpati. Ia makin mengerti masalah yang dihadapi sahabatnya ini. Meski begitu, sayangnya ia tak tahu dengan apa yang mesti ia lakukan untuk membantu. Ia hanya bisa diam menunggu badai kembali tenang.

Oki tiba-tiba terdiam. Aura di sekelilingnya kembali berubah aneh.

"Hei Eri, apa kau mau aku memaafkanmu?"

"Uh? Ah, ya, aku ingin … aku mau kita berbaikan—"

"Jadi, kau tak keberatan jika kita melakukannya di sini?”

"'Melakukannya?' apa maksudmu dengan hal itu?"

"Aku tak bisa menjelaskannya lebih jauh, aku sudah tak bisa menahan diri lagi."

“Heh?” atas pertanyaan membingungkan dari Oki, Erina mengeluarkan jawaban aneh.

Erina kebingungan, namun itu tak lama sebab arti dari hal itu segera ia dapatkan.

Oki menggasak Erina, kancing kemeja yang dikenakannya dilepas dengan satu tarikan kuat. Untung saja kancing tak copot dan kemeja satu-satunya yang menutupi tubuh tak rusak akibat tarikan kuat dari Oki.

Baju Oki yang dipinjamnya dari Zayn pun sama, segera ditanggalkan. Ia lantas telanjang bulat karena pakaian yang menutupi tubuhnya hanya selapis. Tiada lagi bisa dikenakannya karena kekurangan persediaan dan baju Oki sendiri hancur saat transformasi. Singkatnya, Oki hanya memakai atasan selapis dari Zayn dan kain penutup area intim dari sobekan rok Erina yang terbilang panjang.

“Hei, Oki, hentikan, hentikan ini, kita … kita tak boleh melakukan ini!” Erina berusaha memberi perlawanan, namun karena seluruh pergerakannya terblokir oleh posisi Oki yang lebih dominan, perlawanan itu tak menghasilkan apapun. Oki tak kunjung terhentikan.

“Maaf, Eri, maafkan aku. Aku sudah tak bisa menahan … mengendalikan diriku lagi.”

Tindakan Oki makin berani, ia sudah tak terlihat ragu lagi. Ia tak segan untuk melancarkan aksinya. Erina yang sepenuhnya terkunci hanya bisa pasrah dan berharap ada orang yang dapat menghentikan makhluk yang telah dikendalikan oleh birahi di hadapannya ini. Oki mengendusi setiap jengkal tubuhnya dan menjilatinya dengan penuh semangat, melakukan berbagai rangsangan—meniup, meremas, dan meraba Erina yang makin merah mukanya dan kasar pernapasannya.

Napas Oki tak ayal lagi terengah, tercampur dengan birahi yang bisa dibilang salah arah. Erina sekali lagi hanya bisa terpejam, ia hanya bisa mengharapkan penolongnya datang sementara ia semakin digagahi oleh sahabatnya sendiri yang nyatanya bergender sama.

Wajah Oki perlahan naik ke sekitar wajah Erina. Pipi Erina diraba dengan manja, dirangsang sedemikian rupa oleh tangannya yang lembut dam sedikit basah karena keringatnya. Oki kemudian terhenti, namun itu tak lama, seolah itu hanya ancang-ancang untuk tindakan selanjutnya. Oki kembali bertindak setelah jeda istirahat singkatnya.

Oki memegangi pipi Erina dengan hangat dan mendekatkan bibirnya ke arah bibir Erina. Setelah itu, dia lantas melumat bibir Erina dengan kenikmatan dari sudut pandang dirinya.

“Mmmm!! Hum!!!”

Trak!

"Ka-kalian!"

Menyadari pihak ketiga, Oki segera terhenti. Ia kemudian lantas memalingkan muka dan mendelik ke arah orang yang datang.

"K-kia, kau!!"

"A-anu, itu!!!" Kia berpaling, "Ma-maaf mengganggu waktu kalian!"

"Tch!"

Oki melepas Erina dan segera meraih pakaiannya, menyudahi aksinya yang berjalan setengah jalan. Erina yang telah terlepas segera beringsut dan berlari ke arah Kia sambil menutupkan kancing kemejanya. Ia lekas bersembunyi di balik tubuh Kia dan menggigil ketakutan, ia nampak sangat shock. Di balik tubuh Kia yang dijadikan penghalang, Erina membenahi penampilannya, menutupi kulitnya yang telah terekspos dengan bajunya yang setengah tertanggalkan.

"A-anu ... itu ...," Kia ragu untuk berujar, dengan suasana seperti ini, dia kebingungan untuk  merangkaikan kata. "A-aku ... aku khawatir pada kalian, ja-jadi—!"

"Kau melihatnya?!"

"A-anu … itu …."

"Aku bertanya padamu dan jawab pertanyaanku, kau melihatnya, 'kan?" Oki menatap tajam, daya intimidasi yang kuat disampaikan.

"A-ah, ya!" Kia dengan sontak menjawab, "T-tapi, aku tidak—!"

"Jangan pernah kau bicarakan ini dengan siapapun. Kalau tidak, kau—!"

"T-tidak, tidak, aku tidak akan membicarakan ini pada siapapun. Aku berjanji!" Kia yang panik lantas menurut bahkan sebelum ancaman selesai diucapkan.

"Baguslah, karena aku juga tak mau repot-repot mengotori tanganku dengan darahmu. Bertingkahlah seperti kau tak pernah melihatnya."

"Y-ya, a-aku … aku akan melakukannya."

Kia yang ditekan hawa tak mengenakan dari Oki menjawab tanpa pikir panjang. Ia segera menuruti ucapan Oki, apapun itu. Erina yang bersembunyi tak sedikitpun melihat ke arah Oki, jarak di antara mereka melebar. Oki yang menyadari itu pun berdecak, lalu tanpa berpamitan kembali masuk lebih jauh lagi ke dalam hutan yang rimbun pepohonan setelah dua pakaiannya selesai dikenakan. Setelah Oki terlihat menjauh, Erina pun buka suara dengan nada yang lemah.

"Kia aku, aku takut ."

"Tenanglah, Eri, aku di sini, aku … bersamamu di sini."

Kia menenangkan Erina dengan ucapan dan usapan tangan yang lembut. Erina makin mendekap Kia kencang, Kia pun membalasnya dengan dekapan yang hangat. Bagaimanapun, kondisinya tak jauh berbeda, keduanya merasa terkejut dengan yang Oki lakukan beberapa saat yang lalu.

"Cup, cup, cup, tenanglah, aku tetap di sini bersamamu."

Dikelilingi rimbunnya pohon khas pegunungan yang tak jarang mengumbar hawa dingin meski matahari telah naik, kedua gadis yang nampak ketakutan, saling mendekap, berusaha menenangkan diri satu sama lain.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips praktis mengalikan angka 5

Tips praktis membagi dengan angka 5

What's On?

RSS Feed

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner